Nasional

Penegakan Hukum Tragedi Hajatan Pernikahan Anak Dedi Mulyadi Jangan Pandang Bulu

Koranriau.co.id-

Penegakan Hukum Tragedi Hajatan Pernikahan Anak Dedi Mulyadi Jangan Pandang Bulu
Ilustrasi(Dok Freepik)

MANTAN anggota DPRD Kabupaten Purwakarta sekaligus pengamat kebijakan publik Agus M Yasin menegaskan proses penegakan hukum atas tragedi di hajatan pernikahan anak Gubernur Dedi Mulyadi dan Wakil Bupati Garut yang merenggut nyawa tiga korban harus terus berlanjut.

Ia pun menyatakan ironis karena bergulirnya bola liar atas peristiwa tersebut hingga saat ini justru menyalahkan korban yang ikut berdesakan menunggu makan gratis. Sementara sang pemilik acara justru membuat pembelaan diri dan mengelabui publik dengan narasinya.

Menurut Agus, apapun alasannya, ketika sebuah peristiwa mengakibatkan ada orang terluka, menderita, bahkan sampai meninggal dunia, penegakan hukumnya wajib diproses. Tidak ada alasan aparat penegak hukum mengabaikan persoalan tersebut. 

“Siapapun yang melakukan sesuatu dan berakibat hukum, tanpa terkecuali pejabat penting di dalamnya. Harus diproses secara adil dan transparan, jangan coba-coba timbul keberpihakan karena yang disentuh orang-orang berpengaruh di baliknya,” kata Agus, Minggu (20/7).

Pro Kontra Jangan Jadi Alasan

Dikatakan Agus, jangan sampai tidak ada keberanian dan ketegasan institusi penegak hukum dalam menjaga prinsip due process of law dan keadilan karena munculnya pro kontra publik yang bisa mengaburkan kewajiban polisi dalam permasalahan hajatan pejabat penting yang menimbulkan korban jiwa.

Karena, apabila pejabat yang menggelar hajatan adalah tokoh penting atau berpengaruh, aparat bisa menghadapi tekanan untuk ‘tidak memperpanjang masalah. Selain itu, pro-kontra publik bisa digunakan untuk mengalihkan fokus dari aspek hukum ke isu politik atau opini publik.

Timbul distorsi narasi dari yang pro dengan pernyataan klasik, bahwa korban meninggal adalah kecelakaan biasa atau di luar kendali. Sementara pihak kontra menyuarakan akibat arogansi kekuasaan dan mengabaikan keselamatan rakyat demi pencitraan.

“Dalam pusaran ini, substansi hukum menjadi kabur, dan kepolisian bisa terjebak dalam dilema citra dan tekanan. Jika tidak ada instruksi tegas dari pimpinan kepolisian, aparat di lapangan bisa memilih untuk ‘diam’ atau hanya melakukan klarifikasi formalitas, tanpa ada langkah hukum konkret,” ungkap Agus.

Menurut Agus, sejatinya dalam kasus tragedi hajatan Garut, polisi harus tetap berdiri di atas hukum, bukan opini publik atau tekanan kekuasaan. Apabila ditemukan kesalahan prosedural atau pelanggaran pidana, siapapun pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban, termasuk pejabat yang bersangkutan.

Kompensasi tidak Menghapus Kesalahan

Dikatakan Agus, memberikan kompensasi atau uang kepada korban dan atau keluarganya tidak otomatis menghapuskan delik pidana, apalagi jika menyangkut korban meninggal dunia akibat kelalaian atau perbuatan yang melanggar hukum.

“Dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pasal 359 KUHP, kasus meninggalnya seseorang akibat kelalaian atau kesalahan lainnya merupakan delik umum, bukan delik aduan pribadi,” imbuhnya.

“Delik umum, tidak bisa dihapus dengan perdamaian atau ganti rugi. Begitu juga, kompensasi hanya meringankan dan bukan untuk menghapus perkara,” sambungnya.

Agus menyebutkan, jika benar ada unsur kelalaian, penyalahgunaan kewenangan, atau pelanggaran prosedur dalam hajatan tersebut hingga menimbulkan korban jiwa, proses hukum wajib dilakukan tanpa pandang bulu, demi tegaknya hukum dan etika pemerintahan. 

Sebelumnya, sebanyak tiga orang tewas dalam tragedi resepsi pernikahan anak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Maulana Akbar dengan Wakil Bupati Garut Luthfianisa Putri Karlina yang terjadi pada Jumat (18/7) lalu. Dalam acara pesta rakyat yang dihiasi dengan makan gratis dan direncanakan dilanjutkan dengan pagelaran kesenian di malam hari, rakyat berdesak-desakkan untuk mengantre masuk ke dalam area pendopo.

Di area tersebutlah, gerai-gerai UMKM berjajar untuk menyediakan makanan gratis bagi warga yang datang. Namun, suasana bahagia hari irtu justru berubah menjadi duka setelah ricuh antrean warga tidak dapat dikendalikan. Hingga kini ada 30 orang warga yang dirawat di fasilitas kesehatan akibat terluka dan pingsan serta tiga orang korban meninggal dunia dengan 1 orang di antaranya adalah anggota kepolisian. (RZ/E-4)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/jabar/berita/793317/penegakan-hukum-tragedi-hajatan-pernikahan-anak-dedi-mulyadi-jangan-pandang-bulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *