Koranriau.co.id –
Daftar Isi
Prabumulih, CNN Indonesia —
Di balik stabilnya produksi minyak dan gas (migas) di Lapangan Prabumulih, Sumatera Selatan, ada kerja keras dan inovasi tiada henti dari tim PT Pertamina EP (PEP).
Tahun ini, tiga terobosan lahir dari tangan para pekerja lapangan, yakni alat Chemical Pump Modifikasi (CPM), penggunaan geogrid untuk jalan operasional, dan sistem dry suction syndicate di Lapangan Gunung Kemala.
Alat CPM kurangi risiko paparan bahan kimia
Kegiatan penginjeksian chemical menjadi bagian penting dari operasi migas. Cairan kimia khusus ini berfungsi mencegah munculnya bakteri, karat atau kerak di dalam pipa yang dapat menurunkan produksi. Tetapi di balik rutinitas itu, ada risiko besar yakni pekerja berpotensi terpapar bahan kimia berbahaya ketika proses dilakukan secara manual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari risiko itulah lahirlah alat Chemical Pump Modifikasi (CPM), inovasi yang sederhana namun berdampak besar.
“Dengan adanya alat ini, kita mampu menurunkan potensi paparan kimia. Yang tadinya manual, sekarang bisa dilakukan dengan alat portable,” ujar Sr Field Manager PEP Prabumulih Field Muhammad Luthfi Ferdiansyah dalam media visit di Pusat Pengumpul Produksi (PPP) Prabumulih, Sumatra Selatan, Rabu (8/10).
CPM hadir dalam dua versi, onsite dan portable, yang memungkinkan proses penginjeksian dilakukan otomatis tanpa kontak langsung dengan operator.
Sebelumnya, satu kali pengisian memakan waktu hampir dua jam dan harus dilakukan hingga 14 kali dalam sehari. Kini, waktu kerja berkurang menjadi hanya 30 menit.
Lebih dari sekadar efisiensi waktu, CPM membantu tim di lapangan bekerja dengan rasa aman. Alat ini juga dapat dioperasikan tanpa listrik, cukup dengan arus DC dari baterai, dan dilengkapi modul pengisian ulang agar tahan lama di lapangan.
“Produksi itu utama, tapi yang lebih utama adalah keselamatan kerja,” lanjut Luthfi.
Inovasi ini menjadi bagian dari komitmen PEP dalam mencapai zero accident, sejalan dengan kebijakan delapan pencegahan insiden berulang yang diterapkan para direksi Pertamina.
Jalan operasional lebih stabil dengan teknologi geogrid
Bagi pekerja migas, medan adalah bagian dari tantangan. Di kawasan operasi Prabumulih, sebagian besar jalan menuju sumur-sumur masih berupa tanah. Saat hujan datang, jalan berubah jadi lumpur; kendaraan berat sulit lewat, dan aktivitas lapangan pun terganggu.
Untuk menjawab persoalan itu, tim Prabumulih menghadirkan solusi perkerasan jalan dengan geogrid, lapisan jaring sintetis yang dipasang di bawah batu untuk menahan pergeseran tanah.
“Kami menggunakan geogrid karena mampu menahan batuan dan menstabilkan tanah, sehingga perbaikan tidak perlu berulang-ulang,” kata Luthfi.
Salah satu anggota tim inovasi, Nisrina, mengatakan metode ini terbukti lebih efisien dibandingkan beton atau aspal.
“Kalau pakai beton biayanya tinggi, durasinya lama, dan risikonya besar. Dengan geogrid, biayanya justru lebih rendah, durasi pemasangan hanya sekitar 15 hari per kilometer, dan hasilnya stabil,” jelasnya.
Setelah diterapkan, jalan operasional terbukti lebih kuat menahan beban kendaraan berat, dengan penurunan tingkat kerusakan hingga 75 persen. Lebih dari itu, masyarakat sekitar juga ikut merasakan manfaatnya karena jalan yang sama digunakan untuk mobilitas warga.
Kini, tak ada lagi jalan berlumpur di jalur utama lapangan Prabumulih. Perbaikan dilakukan bertahap, tapi hasilnya sudah terasa: akses kerja lebih lancar, biaya perawatan berkurang, dan keselamatan makin terjaga.
LISA, si penjaga kompresor di Gunung Kemala
Sementara di Lapangan Gunung Kemala, tim menghadapi tantangan lain, yaitu kompresor gas yang sering berhenti akibat masuknya cairan dari proses pengeboran. Kondisi ini mengganggu distribusi gas ke konsumen dan menurunkan efisiensi produksi.
Dari masalah itu lahirlah inovasi bernama LISA (Liquid Intrusion Sublimation Assembly), yakni alat berbentuk tabung panjang yang berfungsi menangkap cairan sebelum mencapai kompresor.
“Kalau liquid masuk ke kompresor, otomatis kompresor akan shutdown. Karena itu kami desain alat penampung yang bisa bekerja otomatis memisahkan gas dari cairan,” ujar Luthfi.
Dibangun secara lokal dengan melibatkan vendor dalam negeri, alat ini sudah dilengkapi sistem otomatis dan prosedur operasi standar.
Setelah diterapkan, reliabilitas kompresor meningkat hingga 98 persen dan downtime berkurang signifikan. Produksi gas bisa kembali stabil, sementara biaya operasional turut menurun karena tidak ada lagi gas yang terbuang.
Tiga inovasi tersebut menunjukkan bagaimana teknologi dan semangat kolaborasi mampu menjawab tantangan di lapangan migas yang kompleks. Dari alat sederhana yang melindungi pekerja dari bahan kimia, hingga sistem otomatis yang menjaga performa kompresor, semuanya lahir dari gagasan praktis para insan PEP di lapangan.
Di tengah target produksi dan tantangan teknis yang terus berubah, langkah-langkah seperti ini menjadi bagian dari adaptasi industri untuk bekerja lebih aman, cepat, dan berkelanjutan.
(del/pta)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20251009140017-85-1282755/3-jurus-pertamina-ep-bikin-kerja-migas-di-lapangan-makin-aman-efisien