Nasional

Pemimpin itu juga Guru

Koranriau.co.id-

Pemimpin itu juga Guru
Ono Sarwono Penyuka Wayang(MI/Seno)

ADA kata-kata bijak, ‘pemimpin itu juga guru’. Maknanya, pemimpin semestinya juga berjiwa pendidik karena ucapan, sikap, dan perilakunya harus bisa menjadi contoh. Dengan kata lain, kiprahnya akan di-gugu (dipercaya) dan ditiru rakyat.

Dalam konteks itu, ironisnya tidak sedikit pemimpin di segala tingkat di negeri ini bergaya ‘jalanan’. Kerap berkata dan bersikap tak pantas, menjurus kasar. Terkesan menantang para pihak (rakyat) yang kritis dan mengkritik kondisi kebangsaan.

Emosi memang manusiawi, tapi pemimpin, dalam kondisi apa pun terkait dengan kebijakan, tidak layak merespons dengan emosional. Pemimpin perlu matang jiwa dan pikirannya sehingga senantiasa mencerahkan, bukan menimbulkan persoalan.

 

MENJADI RAJA

Dalam cerita wayang, profil pemimpin yang juga berwatak guru terceritakan pada diri Raja Astina Prabu Pandu Dewanata. Selain mampu memajukan negara dan memakmurkan rakyat, Pandu juga berhasil mendidik bangsa.

Pandu ialah anak kedua dari tiga bersaudara putra mantan Raja Astina Prabu Kresna Dwipayana (Abiyasa). Ia mewarisi takhta ayahnya karena kakaknya lain ibu, Drestarastra, menolak dengan alasan tidak bisa melihat atau buta.

Saat masih muda, selain belajar ilmu pemerintahan dan tata negara, Pandu menyerap bermacam ilmu kanuragan (kesaktian) dari bapaknya. Selain itu, sebagai kesatria trah Pertapaan Sapta Arga, Pandu memiliki spiritualisme yang kuat.

Oleh karena itu, sejak taruna, Pandu sudah dikenal sebagai kesatria yang pintar, berilmu, dan sakti. Penguasa Kahyangan Bathara Manikmaya pernah meminta pertolongannya memulihkan ketenteraman Suralaya dari penjajahan durjana.

Ketika itu, Raja Goabarong Prabu Nagapaya mengobrak-abrik Kahyangan dan menguasai setelah lamaran meminang Bathari Supraba ditolak Manikmaya. Tidak ada satu pun dewa yang mampu mengalahkan raja berwujud raksasa itu.

Namun, di tangan Pandu, Nagapaya tak berkutik dan sirna. Sebagai balas jasa, Pandu mendapat anugerah pusaka minyak tala, panah hrudadali, dan gelar nama Dewanata. Semuanya itu kian menyempurnakan kehebatannya sebagai kesatria.

Sebagai ayah, Kresna Dwipayana tidak hanya mewariskan ilmu, tetapi juga neter (menguji) jiwa kesatria Pandu. Misalnya, disuruh mengikuti sayembara perang di Mandura memperebutkan Kunti. Pada akhirnya Pandu memenanginya.

Dalam sayembara itu, Pandu juga mendapat putri boyongan Madrim, adik peserta lain, Narasoma, dari Mandaraka, yang menantang perang, tapi menyerah kalah. Ada putri lain, Gendari, adik Gendara yang merebut Kunti, tapi keok dan mati.

Pada akhirnya, Kunti dan Madrim menjadi istri Pandu yang menurunkan lima putra yang disebut Pandawa. Gendari dipinang Drestarastra yang kemudian melahirkan seratus anak yang kondang dengan sebutan Kurawa.

Setelah Pandu dinilai benar-benar siap mengembang amanah, Kresna Dwipayana lengser keprabon (turun takhta). Kekuasaan Astina diserahkan kepada Pandu yang dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Pandu Dewanata atau Prabu Gandawakstra.

Pandu memerintah dengan didampingi Patih Gandamana, kesatria yang berstatus pangeran Negara Pancala. Meski memiliki kekuasaan mutlak, Pandu selalu minta pendapat saudaranya, Drestarastra dan Yama Widura, dalam setiap mengambil keputusan.

 

SANGAT DIHORMATI

Dalam duet Pandu-Gandamana yang didukung paranpara Resi Bhisma, Astina menjadi negara maju, kuat, dan terhormat. Banyak negara yang takluk dan menjadi bawahan, di antaranya Kashi, Kainga, Magada, Wanga, Anga, dan Dasarna.

Sukses pemerintahannya itulah yang membuat banyak raja dan kesatria negara lain berguru kepada Pandu. Raja muda itu dinilai ideal sebagai pemimpin. Bukan hanya sakti, pintar, dan arif bijaksaana, ia juga memiliki kemampuan linuwih (spiritual).

Sebenarnya, sebelum Pandu menjadi raja, sudah banyak kesatria dari bangsa lain yang jatuh kagum dan menjadi muridnya. Di antaranya Gandamana itu. Padahal, ia ahli waris takhta Pancala, tapi memilih ‘nyantrik’ kepada Pandu.

Gandamana banyak belajar dari kualitas jiwa kesatria Pandu. Pribadi yang rendah hati, jujur, dan tidak banyak bicara serta santun kepada siapa pun. Namun, di balik itu sikapnya tegas serta berani membela dan menegakkan keadilan.

Di samping mendapat bimbingan watak, Gandamana mendapat ajaran beberapa aji kawijayan, di antaranya aji bandung bandawasa dan blabak pengantol-antol. Kedua ajian itu membuatnya memiliki kekuatan dahsyat bak tenaga seribu gajah.

Kesatria lain yang menjadi murid Pandu ialah Sucitra. Pria dari Atasangin itu meninggalkan tanah airnya demi meraih impian. Sebelumnya ia berguru kepada Resi Baratwaja di Hargajembangan.

Berkah Sucitra mengabdi kepada Pandu, selain menjadi murid kesayangan, ia mencapai puncak karier politik menjadi raja Pancala. Tanpa jasa Pandu, tidak mungkin Sucitra menjadi raja di negara tersebut.

Menurut kisahnya, pada suatu ketika Pancala menggelar sayembara bahwa siapa yang bisa mengalahkan Gandamana dalam perang tanding berhak memboyong putri kedhaton Gandawati. Pandu menyuruh Sucitra mengikuti sayembara.

Singkat cerita, Sucitra yang dibekali Pandu dengan pusaka sumping (perhiasan telinga) dengan mudah mengalahkan Gandamana. Mungkin Gandamana paham Sucitra-lah yang dikehendaki gurunya sehingga dengan mudah menyerah.

Oleh karena Gandamana tak ingin menjadi raja, Raja Pancala Prabu Gandabayu yang sudah sepuh lalu menyerahkan kekuasaan kepada Sucitra. Menantunya itu naik takhta bergelar Prabu Drupada.

 

PRIBADI UNGGUL

Selain kesatria, ada raja yang menjadi murid Pandu, yaitu penguasa Pringgondani Prabu Tremboko. Namun, Pandu memilih menyebut Tremboko sebagai saudara muda ketimbang murid.

Kelak kedua raja itu berbesanan ketika sama-sama sudah berada di alam baka. Anak kedua Pandu, Werkudara, menikah dengan putri Tremboko, Arimbi. Pernikahan itu melahirkan Gatotkaca yang menjadi raja Pringgondani.

Itulah kisah singkat Pandu, pemimpin besar yang juga menjadi guru para kesatria dan raja. Tentu, itu disebabkan Pandu memiliki kapabilitas sebagai pemimpin dan guru. (M-3)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/opini/767318/pemimpin-itu-juga-guru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *