Nasional

126 Ribu Buruh Kena PHK di Tengah Ekspansi Manufaktur

Koranriau.co.id-

126 Ribu Buruh Kena PHK di Tengah Ekspansi Manufaktur
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat total angka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per Mei 2025 sebanyak 26.455 orang.(MI/Usman Iskandar)

GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) masih menghantui angkatan kerja di Tanah Air. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat terdapat 126.160 anggotanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) berdasarkan laporan sepanjang 2024 hingga Oktober 2025.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 99.666 pekerja berasal dari sektor padat karya (tekstil, garmen, dan sepatu) atau sekitar 79%.

Namun realitas tersebut seolah-olah paradoks dengan kinerja industri di dalam negeri. Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global tercatat naik dari posisi 50,4 pada September menjadi 51,2 pada Oktober 2025. Capaian itu menandai ekspansi manufaktur tiga bulan berturut-turut.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, berdasarkan komponen pembentuk PMI manufaktur, pesanan baru (new orders) naik dari 51,7 menjadi 52,3, sedangkan tingkat ketenagakerjaan meningkat dari 50,7 ke 51,3.

Belum lagi data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Agustus 2025 turun 0,06% menjadi 4,85% dari 4,91% pada Agustus 2024.

Kepala Makroekonomi dan Keuangan Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Muhammad Rizal Taufikurahman menjelaskan, fenomena tersebut tampak paradoksal. Namun sebenarnya hal itu menggambarkan perubahan struktur tenaga kerja yang belum inklusif.

“Penurunan pengangguran versi BPS lebih disebabkan oleh pergeseran pekerja dari sektor formal ke informal atau gig economy, bukan karena penciptaan kerja baru. Secara statistik angka menguat, tetapi kualitas kerja menurun muncul disguised employment yang menutupi kerentanan ekonomi buruh,” kata Rizal kepada Media Indonesia, Minggu (9/11).

Di sisi lain, ekspansi manufaktur tiga bulan terakhir disebut tidak padat karya. Rizal mengatakan pertumbuhan lebih ditopang efisiensi dan otomasi, bukan perekrutan baru.

“Maka, walau output meningkat, penyerapan tenaga kerja stagnan cerminan kondisi jobless recovery,” tuturnya.

Ia mengatakan lonjakan PHK yang dilaporkan serikat pekerja menunjukkan tekanan struktural di sektor padat karya akibat kenaikan biaya, perlambatan ekspor, dan rasionalisasi industri. Sementara sektor yang tumbuh justru padat modal dan minim tenaga kerja.

“Dengan demikian, kontradiksi ini bukan kesalahan data, melainkan bukti bahwa pertumbuhan belum menetes ke bawah. Pemerintah perlu mendorong job-rich growth melalui re-skilling, insentif bagi industri padat karya, dan perlindungan sosial agar ekspansi ekonomi beriring dengan kesejahteraan pekerja,” ujar Rizal.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menggambarkan kondisi industri yang belum pulih sepenuhnya. Walaupun terjadi ekspansi manufaktur tiga bulan berturut-turut, analis kebijakan ekonomi Apindo Ajib Hamdani menyebut sebelumnya PMI manufaktur mengalami konstraksi selama lebih dari 5 bulan.

“Proses restrukturisasi keuangan biasanya berproses secara panjang. Kondisi bulan ini biasanya sebagai akibat beberapa bulan sebelumnya. Dari April 2025, PMI manufaktur mengalami konstraksi selama lebih dari 5 bulan. Harapannya menjelang akhir tahun, kondisi sektor padat karya mengalami perbaikan,” kata Ajib saat dihubungi.

Dari sisi suplai, katanya, pemerintah harus terus mendorong low cost economy dengan mendorong insentif fiskal dan moneter yang tepat sasaran dan pro dengan industri padat karya. Selain itu mendorong kemudahan-kemudahan dan mengurangi bottlenecking regulasi.

“Dari demand side, pemerintah harus menjaga kemampuan daya beli masyarakat dengan baik. Dari sisi employ, fokus dengan peningkatan kualitas, produktivitas dan daya saing,” imbuhnya.

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyebut banyak perusahaan yang memindahkan lokasi usahanya ke daerah yang upah buruhnya lebih murah. Walaupun terjadi PHK di tempat semula, katanya, itu akan tergantikan dengan penyerapan tenaga kerja di tempat baru.

“PHK-nya itu bukan PHK tutup kemudian mereka pergi. Namun PHK-nya karena mereka memilih daerah yang lebih kompetitif dalam hal upah buruh. Jadi dari lokasi semula ke kota lain yang lebih murah upah buruhnya,” kata Faisol.

“Pilihan semacam ini sebenarnya logis saja di dalam bisnis, tapi tidak terhitung PHK karena nanti akan ada rekrutmen baru untuk tenaga kerja di tempat yang baru. Yang pasti pilihan ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan,” imbuhnya. 

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/ekonomi/828623/126-ribu-buruh-kena-phk-di-tengah-ekspansi-manufaktur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *