Koranriau.co.id – 
Jakarta, CNN Indonesia —
Saat ini, dunia telah memasuki era disrupsi struktural dengan peningkatan akselerasi. Lompatan teknologi, pecahnya tatanan geopolitik, pergeseran demografi, tekanan iklim, hingga transisi energi saling memperkuat satu sama lain, menciptakan lanskap energi yang benar-benar baru.
Sr Expert, Pertamina Energy Institute, Dr. Adhitya Nugraha dan VP Pertamina Energy Institute, Margaretha Thaliharjanti sepakat, perusahaan yang tidak mampu membaca dan merespons megatrend ini dengan cepat akan tertinggal. Bagi Indonesia, memahami enam megatrend utama berikut menjadi syarat mutlak untuk menjaga ketahanan energi sekaligus merebut peluang pertumbuhan baru.
1. Regionalisasi dan Rekonfigurasi Perdagangan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hiperglobalisasi disebut telah berakhir. Blok-blok regional kini mendominasi, mendorong negara-negara memperkuat kedaulatan pasokan energi dan memperpendek rantai pasok. ASEAN Power Grid, perdagangan karbon regional, dan investasi near-shoring menjadi wujud nyata tren ini.
Bagi Indonesia, regionalisasi membuka peluang integrasi vertikal di Asia Tenggara, tetapi juga menuntut fleksibilitas tinggi dalam portofolio kemitraan dan kemampuan membaca perbedaan regulasi antar blok.
2. Fragmentasi Geopolitik
Energi kembali menjadi alat kekuatan geopolitik. Sanksi, embargo, dan rivalitas teknologi membuat rantai pasok rentan. Strategi friend-shoring, diversifikasi mitra, dan hilirisasi mineral kritis menjadi keniscayaan.
Indonesia dapat memanfaatkan posisi “netral” untuk menjembatani blok Barat dan Timur, sekaligus memperkuat infrastruktur domestik dan kontrak pasokan yang lebih fleksibel agar tetap resilien di tengah dunia multipolar.
3. Perubahan Demografi dan Ketidakstabilan Sosial
Penuaan populasi di negara maju menekan konsumsi fosil, sementara populasi muda Asia-Afrika mendorong lonjakan permintaan listrik dan mobilitas rendah karbon. Indonesia masih memiliki bonus demografi hingga 2045, yang mennjadi kesempatan emas untuk membangun tenaga kerja hijau dan digital.
Urbanisasi cepat, gaya hidup digital, serta munculnya prosumer seperti panel surya atap, dan rumah pintar, mengubah pola konsumsi energi. Hal ini pun memberi tantangan besar, termasuk mengatasi kekurangan talenta teknis, ketimpangan akses, dan potensi penolakan publik terhadap kenaikan tarif.
4. Transformasi Teknologi dan Digital
AI, IoT, digital twin, drone, dan robot meningkatkan efisiensi operasional secara drastis. Smart grid, battery storage, virtual power plant, serta peer-to-peer energy trading mengubah paradigma produksi dan distribusi energi.
Namun, konektivitas yang semakin tinggi juga memperbesar risiko serangan siber terhadap infrastruktur kritis. Kepentingan keamanan siber kini setara dengan keamanan fisik. Dominasi big tech global menciptakan risiko ketergantungan platform, sehingga kedaulatan data dan pengembangan ekosistem teknologi nasional menjadi prioritas.
5. Perubahan Iklim dan Transisi Energi
Dekarbonisasi menjadi megatrend paling kuat. Target Net Zero mendorong elektrifikasi lintas sektor, ekspansi EBT, serta pengembangan CCUS, hidrogen, dan bioenergi. Investasi global mengalir ke proyek hijau yang bankable, sementara proyek berbasis batu bara semakin sulit mendapat dana.
Penyimpanan energi dan modernisasi jaringan menjadi syarat mutlak keandalan sistem. Gas alam diyakini tetap berperan sebagai bridging fuel, sementara ketergantungan baru pada mineral kritis yaitu nikel, kobalt, lithium, menuntut penguatan rantai pasok domestik melalui hilirisasi.
6. Kualitas Kelembagaan dan Tata Kelola
Di tengah semua disrupsi, tata kelola yang kuat menjadi penentu utama. Kepastian regulasi, transparansi, simplifikasi perizinan, dan harmonisasi pusat-daerah menurunkan risiko investasi dan mempercepat proyek energi, baik migas maupun EBT.
Institusi yang kredibel meningkatkan daya tarik pendanaan hijau, memperkuat posisi tawar global, dan menjaga legitimasi sosial transisi energi. Sebaliknya, tata kelola yang lemah hanya akan memperbesar biaya modal dan memperlambat eksekusi.
Menuju Ketahanan dan Pertumbuhan Baru
Keenam megatrend ini tidak berdiri sendiri, seluruhnya saling terkait dan memperkuat. Ketahanan energi kini mencakup dimensi pasokan, teknologi, talenta, regulasi, hingga keuangan.
Perusahaan energi Indonesia, termasuk Pertamina, merespons dengan strategi dual growth, terdiri dari optimalisasi bisnis konvensional melalui efisiensi dan digitalisasi, sekaligus mempercepat portofolio rendah karbon (geothermal, biofuel, CCUS, hidrogen).
Transformasi ini menjadikan Pertamina bukan lagi sekadar perusahaan migas, tetapi perusahaan energi terintegrasi yang siap mendukung visi ketahanan dan keberlanjutan energi nasional hingga tahun 2060.
(rea/rir)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20251208210924-625-1304312/megatrend-perubahan-struktural-pembentuk-masa-depan-industri-energi




