Nasional

Baru 2,5 Persen dari 1.533 SPPG di Jateng Kantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi

Koranriau.co.id-

Baru 2,5 Persen dari 1.533 SPPG di Jateng Kantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti sedang meninjau untuk memastikan kelayakan pengoperasian SPPG.(MI/Akhmad Safuan)

KETIDAKLAYAKAN Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam menyiapkan dan menyediakan masakan untuk program makan bergizi gratis (MBG) diduga menjadi pemicu banyaknya kasus keracunan setelah mengonsumsi makanan tersebut.

Pemantauan Media Indonesia, sejumlah pasien diduga akibat keracunan MBG hingga kini masih dirawat di sejumlah rumah sakit. Meskipun belum sampai terjadi kasus kematian namun keracunan massal tersebut membuat kekhawatiran sejumlah wali murid di sekolah-sekolah.

Berdasarkan data dihimpun, kasus keracunan di sejumlah daerah di Jawa Tengah sejak awal tahun hingga saat ini jumlah korban berjatuhan kini telah mencapai lebih dari 1.000 orang, diduga tidak terlepas dari ketidaklayakan SPPG sebagai penyedia masakan dalam program MBG tersebut.

Di Kota Semarang dari 55 SPPG yang kini beroperasi melayani puluhan ribu warga penerima manfaat, baru tiga SPPG yang mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) sebagai syarat penting dalam layanan penyedia makanan termasuk MBG. 

“Betul hanya ada 3 SPPG yang memiliki SLHS,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam.

Hal serupa diungkapkan Bupati Semarang Ngesti Nugraha, berdasarkan data yang ada hingga saat ini di Kabupaten Semarang terdapat 28 SPPG yang beroperasi dan melayani penyediaan MBG tersebar di puluhan kecamatan, namun dari jumlah tersebut baru 1 SPPG yang memiliki SLHS.

“Keberadaan SLHS menjadi indikator penting bahwa sebuah SPPG telah memenuhi standar kebersihan dan keamanan pangan yang layak, oleh karenanya kami telah berkoordinasi dengan Kemendagri tentang hal ini,” ujar Ngesti Nugraha.

Selain itu terhadap SPPG, lanjut Ngesti Nugraha, diminta menjalankan tugas sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), agar insiden seperti dugaan keracunan di SDN Ungaran 01 tidak terulang.  

“Kasus keracunan terjadi di sekolah tersebut menjadi pembelajaran penting,” tambahnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang Ali Syofi’i mengatakan, bahwa keracunan menimpa ratusan pelajar di Rembang tersebut menjadi langkah penting untuk dikakukan perbaikan dan evaluasi terhadap SPPG, karena dari 24 SPPG di daerah ini baru 2 SPPG yang mengantongi SLHS.

Setiap SPPG yang beroperasi harus mengantongi SLHS itu, demikian Ali Syofi’i, karena untuk memperoleh SLHS ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, yakni mulai dari kondisi bangunan dapur, kebersihan lingkungan, kelengkapan fasilitas, hingga keterlibatan tenaga gizi agar standar keamanan pangan bisa dipastikan lebih terjamin.

Sementara itu menurut Sekretaris Tim Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Makan Bergizi Gratis (MBG) Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko dari total 1.533 SPPG yang berdiri di Jawa Tengah, baru 43 unit atau 2,5% SPPG yang telah memiliki SLHS dan sisanya masih tahap inspeksi lingkungan dan difasilitasi kursus menuju SLHS.

“Saat ini sekitar 590 unit sudah difasilitasi kursus untuk mendapatkan SLHS dan ada 585 sudah dicermati atau inspeksi lingkungan untuk menuju ke SLHS, jadi nanti secara serentak akan melompat datanya dan diproyeksikan sebentar lagi terbit,” tutur Sujarwanto Dwiatmoko. (AS/E-4)

 

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/nusantara/817238/baru-25-persen-dari-1533-sppg-di-jateng-kantongi-sertifikat-laik-higiene-dan-sanitasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *