Koranriau.co.id-

MEGALODON, predator prasejarah yang punah 3,6 juta tahun lalu tidak hanya berburu mamalia laut besar. Peneliti menemukan mineral dalam gigi yang membatu. Ternyata megalodon mungkin merupakan pemakan oportunistik untuk memenuhi kebutuhan energinya yang luar biasa, yakni sekitar 100.000 kalori per hari.
“Ketika tersedia, kemungkinan besar ia akan memangsa hewan besar, tetapi ketika tidak ada, ia cukup fleksibel untuk juga memakan hewan yang lebih kecil demi memenuhi kebutuhan makanannya,” kata penulis utama studi, Jeremy McCormack, seorang ahli geosains dari Universitas Goethe di Frankfurt, Jerman.
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Earth and Planetary Science Letters menunjukkan adanya perbedaan pola makan regional pada hiu raksasa tersebut. Temuan ini menunjukkan megalodon akan memangsa apa pun yang ada di perairan lokal, termasuk predator utama lainnya maupun mangsa yang lebih kecil.
“Mereka tidak berfokus pada jenis mangsa tertentu, tetapi harusnya memakan dari berbagai tingkat rantai makanan dan banyak spesies berbeda,” kata McCormack. “Meski jelas ini adalah predator puncak yang ganas, dan mungkin tidak ada yang berani memangsa megalodon dewasa, jelas bahwa mereka bisa memakan hampir semua yang berenang di sekitarnya.”
Megalodon membunuh mangsanya dengan gigitan yang kuat dan gigi bergerigi tajam yang bisa mencapai panjang 18 sentimeter. Gigi predator super ini sangat melimpah dalam catatan fosil, dan itulah yang digunakan McCormack dan rekan-rekannya untuk analisis geokimia, membuka petunjuk baru yang dapat menantang anggapan bahwa megalodon adalah raja tunggal lautan purba.
Seng di gigi megalodon
Ini bukan pertama kalinya sebuah studi menantang pengetahuan sebelumnya tentang makhluk laut raksasa ini. Banyak pertanyaan tentang Otodus megalodon—nama ilmiahnya yang berarti “gigi raksasa”—yang masih belum terjawab. Pasalnya tidak ada fosil utuh yang pernah ditemukan. Minimnya bukti berasal dari fakta kerangka ikan terdiri dari tulang rawan yang lunak, bukan tulang padat, sehingga sulit untuk membatu.
Penelitian baru-baru ini menunjukkan hewan ini kemungkinan berdarah hangat, lebih dari hiu lainnya, dan masih ada perdebatan mengenai ukuran dan bentuk tubuhnya. Para ilmuwan yang menciptakan rekonstruksi 3D pada tahun 2022 memperkirakan bahwa megalodon memiliki panjang sekitar tiga kali lebih besar dari hiu putih besar, yakni sekitar 16 meter. Sebuah studi pada bulan Maret menyebutkan bahwa megalodon bisa mencapai panjang 24 meter.
“Kita tahu mereka memakan mamalia laut besar dari bekas gigitan di tulangnya,” ujar McCormack. “Namun jika mereka memakan hiu lain, kita tidak akan melihat bekas gigitan karena hiu tidak memiliki tulang. Jadi ada bias dalam catatan fosil seperti ini.”
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pilihan mangsa megalodon, McCormack dan timnya meneliti gigi megalodon dan membandingkannya dengan gigi hewan lain dari periode yang sama, serta dengan gigi hiu modern dan predator lain seperti lumba-lumba. Spesimen berasal dari koleksi museum dan bangkai hewan yang terdampar.
Secara khusus, mereka menganalisis seng, mineral yang hanya diperoleh melalui makanan. Seng penting bagi makhluk hidup dan berperan dalam pembentukan gigi. Rasio isotop seng berat dan ringan dalam enamel gigi hiu menyimpan jejak jenis makanan hewan tersebut.
Isotop seng seperti seng-66 diserap lebih sedikit ke dalam enamel daripada seng-64. Rasio antara keduanya bisa menunjukkan tingkat trofik (tingkat dalam rantai makanan) dari hewan tersebut. Semakin tinggi posisinya dalam rantai makanan, semakin rendah kandungan seng-66 relatif terhadap seng-64.
Peneliti menemukan ikan sea bream, pemakan kerang dan krustasea, berada di dasar rantai makanan, diikuti hiu kecil dari genus Carcharhinus (panjang sekitar 3 meter), lalu paus bergigi purba sebesar lumba-lumba modern. Di atasnya ada hiu besar seperti Galeocerdo aduncus, mirip dengan hiu macan masa kini. Megalodon menempati posisi teratas, tetapi rasio seng-nya tidak jauh berbeda dari hewan di tingkat bawah, mengindikasikan mereka mungkin juga merupakan bagian dari makanannya.
“Dari hasil baru ini, terlihat jelas bahwa ia bisa makan di puncak rantai makanan, tetapi cukup fleksibel untuk makan di tingkat yang lebih rendah juga,” kata McCormack.
Peneliti juga menemukan megalodon tidak sendirian di puncak rantai makanan. Ia berbagi tempat dengan “superkarnivora oportunistik” lainnya seperti kerabat dekatnya Otodus chubutensis dan hiu pemakan ikan raksasa Araloselachus cuspidatus yang kurang dikenal.
Temuan ini menantang anggapan megalodon adalah satu-satunya penguasa lautan, dan justru menunjukkan kemiripan dengan hiu putih besar masa kini yang juga pemakan oportunistik. Temuan ini juga memperkuat teori bahwa kebangkitan hiu putih berperan dalam kepunahan megalodon, menurut ahli paleobiologi Kenshu Shimada, salah satu penulis studi.
“Salah satu faktor penyebab kepunahan megalodon diduga karena munculnya hiu putih besar, yang saat muda makan ikan dan beralih ke mamalia laut ketika tumbuh besar,” ujar Shimada, profesor biologi dan ilmu lingkungan di DePaul University, Chicago.
“Studi kami yang menunjukkan ‘tumpang tindih pola makan’ antara hiu putih dan megalodon memperkuat gagasan bahwa evolusi hiu putih—yang lebih kecil, gesit, dan lincah—bisa jadi memang mendorong megalodon menuju kepunahan.”
Megalodon vs. hiu putih besar
Penelitian baru ini memungkinkan ilmuwan menciptakan gambaran ekosistem laut sekitar 20 juta tahun lalu, menurut Jack Cooper, ahli paleobiologi dan pakar megalodon asal Inggris yang tidak terlibat dalam studi.
“Gambaran umum megalodon selama ini adalah hiu raksasa yang memangsa paus,” kata Cooper lewat email. “Studi ini menambahkan dimensi baru megalodon kemungkinan punya mangsa beragam—pada dasarnya, ia mungkin memakan apa pun yang ia inginkan.”
Hal menarik lainnya, tambahnya, adalah pola makan megalodon mungkin sedikit berbeda antar populasi, hal yang juga terlihat pada hiu putih masa kini. “Ini masuk akal dan mungkin memang sudah kita duga, mengingat megalodon hidup di seluruh dunia sementara mangsanya tidak selalu tersebar luas. Tapi menyenangkan melihat data konkret yang mendukung hipotesis ini,” kata Cooper.
Studi ini menambah bukti yang semakin menggoyahkan pandangan lama tentang megalodon dan kerabat dekatnya, kata Alberto Collareta, peneliti ilmu kebumian di Universitas Pisa, Italia, yang juga tidak terlibat dalam studi.
“Temuan-temuan ini membuat kita meninggalkan pandangan lama bahwa hiu bergigi raksasa hanyalah versi ‘dibesarkan’ dari hiu putih modern. Kini kita tahu bahwa megalodon adalah sesuatu yang berbeda—dari ukuran, bentuk, garis keturunan, hingga aspek biologinya,” kata Collareta melalui email. (CNN/Z-2)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/internasional/776992/megalodon-predator-laut-raksasa-ternyata-pemakan-segalanya