Nasional

Menteri PPPA Pola Asuh yang Tidak Tepat Akar Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Koranriau.co.id-

Menteri PPPA: Pola Asuh yang Tidak Tepat Akar Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Ilustrasi kekerasan pada anak.(Freepik)

MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyebut penguatan peran keluarga semakin mendesak seiring maraknya kasus kekerasan seksual pada anak. Terutama pada kasus yang melibatkan pelaku dari lingkungan terdekat seperti anggota keluarga, tetangga, maupun kerabat.

 

Dalam banyak kasus, kata Menteri PPPA Arifah Fauzi, pelanggaran hak anak terjadi di keluarga. Padahal, seharusnya keluarga menjadi ruang aman bagi anak.

 

Celah pelanggaran hak anak itu, tambahnya, terjadi akibat lemahnya perhatian keluarga terhadap kebutuhan dasar anak mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan dari kekerasan.

 

Arifah juga menyoroti sejumlah faktor yang turut memperbesar risiko terjadinya kekerasan terhadap anak, seperti penggunaan gawai yang tidak terkontrol, serta minimnya kepedulian lingkungan sekitar terhadap persoalan anak. “Kami melihat dari beberapa kasus yang kami dalami, bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak kerap kali berakar dari pola asuh yang tidak tepat dalam keluarga, kurangnya pengawasan terhadap penggunaan gadget, serta lingkungan yang abai,” kata Arifah dalam keterangan resmi, Minggu (11/5).

                                                                 

Kasus Kekerasan Seksual Anak di Samarinda

Terkait dengan dugaan kasus kekerasan seksual pada anak yang dilakukan seorang ayah tiri di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Arifah mengunjungi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kaltim untuk menindaklanjutinya.

“Kami memberikan perhatian besar terhadap kasus ini, dengan fokus utama tidak hanya pada penyelesaian hukum, tetapi juga pada pendampingan psikologis, pendampingan kehamilan dan pemenuhan hak, utamanya keberlanjutan pendidikan bagi korban,” jelas Arifah.

 

Menteri PPPA juga mengapresiasi  kerja aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga layanan perlindungan anak di tingkat daerah. Arifah berharap kolaborasi itu dapat diperkuat melalui inisiatif Ruang Bersama Indonesia (RBI), sebagai wadah kerja bersama lintas sektor dalam menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak.

 

Kondisi Korban

Kepala UPTD PPA Provinsi Kalimantan Timur Khalid Budhaeri menyatakan pihaknya akan terus mengawal perkembangan kasus ini, baik dari segi proses hukum maupun pemenuhan hak anak, termasuk kelanjutan pendidikan anak korban.

 

Korban, dikatakan, kini berada dalam kondisi fisik yang sehat. Ia ditempatkan di rumah aman di bawah pengawasan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) serta UPTD PPA Provinsi Kalimantan Timur dan Kota Samarinda.

 

Kepala UPTD PPA Kaltim berharap Menteri PPPA terus memberikan perhatian dalam mengawal kasus tersebut hingga proses hukum tuntas. “Untuk memastikan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai ketentuan undang-undang. Bersama dukungan dari pemerintah daerah, kami juga akan terus memastikan hak anak atas pendidikan dapat terpenuhi sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya,” ujar Khalid. 

 

 

Kasus dugaan pemerkosaan oleh ayah tiri di Samarinda tersebut terungkap pada April lalu. Pria berinisial SD itu diduga melakukan pemerkosaan berulang kali sejak korban duduk di kelas 4 SD hingga kini berusia 13 tahun. Pada saat kasus terungkap, korban telah hamil dengan usia kandungan 5 bulan.

 

Masyarakat yang melihat, mendengar, dan mengalami tindak kekerasan dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129. (M-1)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/humaniora/770550/menteri-pppa-pola-asuh-yang-tidak-tepat-akar-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *