Koranriau.co.id-

PEMERINTAH mencatat capaian signifikan dalam perjalanan menuju ketahanan pangan nasional. Di tengah dinamika cuaca ekstrem dan tekanan pasar global, Indonesia di tangan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berhasil mencapai swasembada pangan hanya dalam satu tahun pemerintahan, lebih cepat dari perkiraan awal yang membutuhkan empat tahun.
Di bawah koordinasi Kementerian Pertanian (Kementan), sejumlah kebijakan strategis dijalankan untuk mendorong modernisasi di sektor pertanian. Termasuk menggenjot produksi, memperbaiki tata kelola, dan menindak tegas praktik mafia pangan yang selama bertahun-tahun membebani petani serta merugikan negara.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan salah satu faktor percepatan swasembada ini terletak pada dukungan kebijakan di level tertinggi. Pemerintah mengeluarkan 18–19 Instruksi Presiden terkait sektor pangan dalam satu tahun, jumlah yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
“Instruksi Presiden Prabowo Subianto yang besar dan terarah ini memungkinkan percepatan kebijakan, terutama di bidang produksi, pengawasan, dan distribusi,” ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) NgobrolINdonesia yang mengangkat tema ‘Satu Tahun Pembangunan Sektor Pertanian – Modernisasi Pertanian’, Kamis (20/11).
Hasil dari langkah-langkah tersebut tercermin pada capaian produksi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras Indonesia hingga Oktober 2025 mencapai 31,0 juta ton, sementara kebutuhan konsumsi berada pada kisaran 27,3 juta ton.
Artinya, Indonesia mencatat surplus 3,7 juta ton, salah satu yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Cadangan Beras Pemerintah juga menunjukkan kinerja positif.
Namun, modernisasi saja tidak cukup tanpa penegakan tata kelola yang bersih. Dalam satu tahun terakhir, Kementan bersama aparat penegak hukum berhasil mengungkap berbagai praktik curang yang merugikan negara dan petani.
Salah satu yang paling mencolok adalah kasus pupuk palsu yang didistribusikan, bahkan di lingkungan kementerian, telah memengaruhi sekitar 100.000 hektare lahan petani dengan potensi kerugian mencapai Rp3,2 triliun.
“Ini bukan pupuk sampah yang masih bisa jadi pupuk organik. Ini seperti tanah biasa, hampir tidak ada haranya. Negara saja ditipu, apalagi petani,” kata Amran dengan nada geram.
Selain itu, ditemukan kasus manipulasi kualitas beras premium dan medium, pengurangan takaran minyak goreng, hingga permainan spesifikasi pupuk yang dikurangi 30% oleh distributor. Penelusuran juga mengungkap praktik permintaan imbalan Rp27 miliar, dengan Rp10 miliar telah terealisasi sebelum aparat turun tangan.
Secara total, 75 tersangka telah diproses dari berbagai kasus di sektor pangan. Sementara sekitar 60 pegawai internal Kementan dijatuhi sanksi administratif hingga pidana karena terlibat dalam kolusi dan korupsi pengadaan.
“Kalau kita biarkan, sama dengan beternak kejahatan. Kita berkorban 75 atau 100 orang yang kami beri sanksi, tetapi menyelamatkan 286 juta orang,” tegas Amran.
Kebijakan Untungkan Petani dan Pengembangan Food Estate
Sementara itu, modernisasi pertanian berjalan paralel dengan penegakan hukum. Regulasi diperbaiki, irigasi diperbaiki, pupuk berkualitas disediakan, alat mesin pertanian dan benih unggul langsung dikirim tanpa pungutan biaya.
Dampak ekonomi dari kebijakan ini terukur jelas. Harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dinaikkan menjadi Rp6.500 per kilogram, menambah penghasilan petani sekitar Rp65 triliun.
Kenaikan produksi 4 juta ton setara Rp60 triliun lagi. Total kenaikan pendapatan petani mencapai Rp120 triliun, sementara tambahan anggaran pertanian hanya Rp15 triliun, efisiensi delapan kali lipat yang jarang terjadi dalam kebijakan publik.
Nilai Tukar Petani (NTP) melonjak ke 124 persen, jauh melampaui target 110 persen yang dicanangkan bersama Menteri Keuangan dan Komisi IV DPR.
“Permintaan pupuk naik 20 persen karena petani bersemangat menanam. Harganya bagus, pupuknya tersedia, hasilnya nyata,” kata Amran.
Untuk memastikan ketersediaan pangan jangka panjang, pemerintah juga mengembangkan kawasan food estate seluas 3 juta hektare, yang tersebar di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, hingga Merauke.
Program transformasi ini mengubah pola tanam dari sekali menjadi tiga kali setahun, dengan produktivitas melonjak dari 3 ton menjadi 7 ton per hektare. Mekanisasi penuh menggunakan teknologi drone menurunkan biaya produksi hingga 60%.
Kawasan ini dirancang dengan intensitas tanam dua hingga tiga kali setahun, sehingga berpotensi menghasilkan 10–15 juta ton gabah per musim tanam atau 20–45 juta ton per tahun.
“Kalau 3 juta hektare ini jadi dengan produksi 10 ton dan tanam tiga kali, itu 45 juta ton gabah atau 22,5 juta ton beras. Ditambah surplus sekarang 4 juta ton, artinya 20 tahun ke depan kita tidak perlu impor, bahkan bisa ekspor,” jelas Amran dengan perhitungan detail.
Ia menyebutkan, program ini menarik lebih dari 30.000 anak muda terjun ke sektor pertanian modern. Testimonial petani muda di Merauke, Kalimantan, dan Aceh menunjukkan penghasilan bersih Rp20-24 juta per bulan.
Angka ini menjadi bukti bahwa modernisasi tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menjadikan pertanian sebagai sektor yang menarik bagi generasi baru.
“Bagaimana mengubah mindset bahwa pertanian menjanjikan? Dengan teknologi dan penghasilan nyata,” imbuhnya.
Amran menekankan, tahun depan pemerintah menargetkan swasembada komoditas lain seperti telur ayam, bawang merah, dan kedelai.
“Kalau ini selesai, pangan kita tangguh. Kalau 3 juta hektare selesai, Indonesia jadi lumbung pangan dunia,” pungkas dia.
Dengan kecepatan kerja yang tinggi dan dukungan Presiden Prabowo yang konsisten, target ambisius itu bukan lagi utopia, tapi skenario yang semakin masuk akal. Pemerintah optimis Indonesia dapat mempertahankan swasembada sekaligus memperkuat ambisi menjadi lumbung pangan dunia. (Z-1)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/humaniora/833601/modernisasi-pertanian-kunci-pemerintah-swasembada-di-tahun-pertama




