Koranriau.co.id-

SURPLUS perdagangan Indonesia April 2025 tercatat hanya sebesar US$160 juta. Jumlah itu jauh menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai US$4,33 miliar atau terendah sejak Mei 2020. Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, penurunan tajam dipicu lonjakan signifikan nilai impor nonmigas, yang naik 29,86% secara tahunan menjadi US$18,07 miliar.
“Kenaikan ini jauh melampaui pertumbuhan ekspor nonmigas yang hanya tumbuh 7,17% pada periode yang sama,” ujar Josua kepada Media Indonesia, Senin (2/6).
Beberapa komoditas yang mengalami lonjakan impor nonmigas terbesar antara lain logam mulia dan perhiasan. Keduanya melonjak hingga 253,57%, kendaraan bermotor dan bagiannya yang meningkat 31,01%, serta mesin dan peralatan mekanis yang tumbuh sebesar 6,23%.
Di sisi lain, meskipun nilai ekspor Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan tahunan, ekspor mengalami kontraksi bulanan sebesar 10,77% dari Maret ke April 2025. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh melemahnya ekspor migas yang turun hingga 19,52%. Ini dipicu oleh penurunan ekspor minyak mentah sebesar 49,99%, hasil minyak sebesar 22,79%, dan gas alam sebesar 7,34%.
Selain itu, lanjut Josua, ekspor bahan bakar mineral juga mengalami tekanan, dengan penurunan kumulatif sebesar 18,50% pada periode Januari hingga April 2025.
“Hal ini disebabkan oleh melemahnya harga dan permintaan global terhadap komoditas energi seperti batu bara,” terang Josua.
Kinerja ekspor turut terbebani oleh penurunan permintaan dari beberapa negara mitra utama. Ekspor ke Jepang turun 22,28%, ke India turun 19,07%, dan ke Australia turun 21,73% selama periode Januari hingga April 2025. Meskipun ekspor ke ASEAN dan Tiongkok masih tumbuh, penurunan ke pasar utama lainnya membatasi laju ekspor secara keseluruhan.
“Kondisi ini mencerminkan dampak dari perlambatan ekonomi global dan penyesuaian siklus permintaan komoditas internasional yang turut menekan kinerja ekspor Indonesia,” kata Josua.
Secara terpisah, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan penyusutan neraca perdagangan juga dipengaruhi oleh langkah antisipatif para pelaku usaha terhadap kemungkinan penundaan tarif resiprokal Amerika Serikat pada April.
“Adanya antisipasi pelaku usaha terhadap penundaan tarif resiprokal menjadi faktor utama penurunan neraca dagang,” katanya.
Andry menambahkan, penurunan ekspor bulanan juga didorong oleh moderasi harga komoditas utama seperti batu bara, CPO atau minyak sawit mentah, dan nikel. Namun demikian, secara tahunan, harga CPO dan baja masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Lebih lanjut, berdasarkan pelacakan data perdagangan dari negara-negara mitra utama Indonesia pada April 2025, tercatat penurunan impor dari Tiongkok India, Malaysia Korea Selatan, dan Jepang secara bulanan. Ini menandakan bahwa permintaan global terhadap produk Indonesia masih belum pulih sepenuhnya. (H-4)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/ekonomi/778711/neraca-dagang-ri-anjlok-akibat-lonjakan-impor-nonmigas