Koranriau.co.id-

KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menanggapi persoalan penaikan upah minimum yang dinilai buruh tidak signifikan.
Dari perspektif makro, katanya, stagnasi upah minimum bukan sekadar masalah kebijakan upah. Hal itu cerminan kegagalan ekonomi menciptakan nilai tambah yang cukup untuk dibagi.
“Pertumbuhan ekonomi memang tercapai, tetapi kualitasnya lemah karena masih terlalu bertumpu pada konsumsi dan komoditas, bukan pada ekspansi sektor produktif berteknologi dan berupah tinggi,” kata Rizal saat dihubungi, Rabu (17/12).
Dalam struktur seperti itu, lanjutnya, penaikan upah riil akan selalu tertahan karena tidak ada basis produktivitas yang kuat untuk menopangnya.
Kemudian, katanya, masalah semakin nyata di pasar kerja yang timpang. Pertumbuhan angkatan kerja terus berlangsung, sementara penciptaan lapangan kerja formal berjalan lambat dan sporadis.
“Ketimpangan antara suplai dan permintaan tenaga kerja ini secara sistematis menekan posisi tawar pekerja. Akibatnya, upah minimum berubah fungsi dari jaring pengaman menjadi ‘harga pasar’, dengan penaikan yang tipis dan cenderung defensif terhadap inflasi, bukan refleksi peningkatan kesejahteraan,” papanya.
Lebih dalam lagi, kata Rizal, struktur kesempatan kerja Indonesia masih terkunci pada sektor berproduktivitas rendah dan informal. Perdagangan kecil, jasa sederhana, dan manufaktur berteknologi rendah mendominasi penyerapan tenaga kerja, tetapi memiliki ruang sempit untuk membayar upah layak.
Menurutnya, tanpa lompatan struktural menuju industri bernilai tambah tinggi dan jasa modern, wacana penaikan upah akan selalu berbenturan dengan realitas kemampuan usaha yang terbatas.
“Dengan demikian, rendahnya upah minimum dan kenaikannya yang tipis adalah sinyal bahwa ekonomi belum naik kelas,” kata dia.
“Selama kebijakan masih fokus pada stabilitas jangka pendek dan bukan transformasi struktural yang dimulai dari industrialisasi bernilai tambah, penciptaan kerja formal hingga peningkatan kualitas SDM upah minimum akan tetap menjadi batas bawah untuk bertahan hidup, bukan instrumen menuju kesejahteraan yang layak,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengumumkan formulasi baru penetapan upah minimum dengan menggunakan rentang alfa atau indeks tertentu 0,5-0,9. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang diteken Presiden Prabowo, Selasa (16/12), formula penaikan upah yakni inflasi + (pertumbuhan ekonomi x alfa) dengan rentang alfa 0,5-0,9.
Dengan batas bawah alfa 0,5, besaran penaikan upah minimum provinsi (UMP) hanya sekitar 5%. Kisaran tersebut masih di bawah tuntutan buruh yang meminta angka indeks tertentu di kisaran 0,7-0,9 yang akan menghasilkan penaikan upah minimal 6,5%. (Ifa/E-1)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/ekonomi/841384/penaikan-minim-upah-minimum-ekonom-bongkar-persoalannya




