Koranriau.co.id-

MENINGGALNYA Affa Kurniawan, 21, driver ojol yang tewas terlindas barracuda Brimob menjadi kejadian yang sangat memilukan. Riset menemukan, polisi juga bisa merasa kecemasan tinggi. Apalagi dalam situasi kerumunan yang kacau, ketegangan sangat mungkin meninggi.
Pengamat Psikologi Forensik Reza Indragiri menjelaskan kondisi psikologis memaparkan pada situasi kendaraan taktis (rantis) bergerak dengan kecepatan yang masih bisa pengemudi kendalikan. Tapi tabrakan tak terhindarkan. Alasannya, dalam situasi seramai itu, pengemudi tidak bisa berfokus semata-mata lurus ke depan.
“Pergerakan massa dalam jumlah besar secara acak menyebar, membuat pengemudi harus menyapu pandangannya ke banyak titik untuk menghindari tabrakan,” kata Reza, Jumat (29/8).
Menjelang momen tabrakan, jika dilihat kembali video yang beredar di media sosial, terlihat bahwa demonstran berjaket hitam secara sekaligus berada pada jarak terdekat dengan demonstran berjaket hijau dan rantis. Kedua demonstran itu bergerak dengan posisi tubuh, pola, dan kecepatan yang berbeda satu sama lain.
Secara bertahap, rantis terlebih dahulu harus menghindar dari demonstran berjaket hitam. Dalam tempo sangat singkat, pengemudi hanya punya satu kemungkinan: spontan ke kiri. Adaptasi pengemudi sudah tepat.
Namun pada tahap berikutnya, tabrakan dengan demonstran berjaket hijau tidak terhindarkan. Rantis bergerak konstan, sementara demonstran berbaju hijau tidak sama baik posisi tubuh, pola, dan kecepatan dengan demonstran berbaju hitam. Adaptasi pengemudi meleset, padahal adaptasi itu berhasil sesaat sebelumnya.
Rantis berhenti sesaat setelah terjadi tabrakan. Ini mengindikasikan sesaat setelah terjadinya benturan, pengemudi masih cukup mampu mengendalikan diri, baik kendali oleh diri sendiri maupun oleh penumpang rantis.
“Rantis kemudian bergerak. Ini manifestasi flight sebagai akibat kepanikan. Jadi, dua kondisi psikis pengemudi dalam situasi 1-7 fear dan miskalkulasi pada saat mengantisipasi dua demonstran yang berbeda (tidak konstan),” sebutnya.
Dikaitkan dengan mens rea atau level kesadaran bukan motif pengemudi, maka perlu dibedakan dua momen. Pada momen tabrakan, mens rea pengemudi adalah negligence.
Sedangkan pada momen rantis bergerak kembali, mens rea pengemudi adalah recklessness atau bisa pula negligence (butuh pendalaman). Kedua mens rea tersebut berada pada level rendah.
“Alhasil, sekali lagi, kejadian ini menyedihkan bagi demonstran berjaket hijau, saya bayangkan dia adalah pengemudi ojol dan pengemudi rantis. Andai para petinggi negara ini lebih amanah, tidak akan terjadi ini musibah. Semoga investigasi berlangsung tuntas, menyeluruh, objektif, dan transparan,” pungkasnya. (H=2)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/806128/pengamat-psikologis-forensik-kondisi-psikologis-pengemudi-rantis-brimob-lindas-ojol