Koranriau.co.id-

DPR RI saat ini sedang membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHP). Diharapkan, KUHAP baru yang bakal menggantikan peninggalan Belanda itu tak lagi memberikan ruang bagi penyidik kepolisian untuk melakukan penyiksaan terhadap tersangka.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bugivia Maharani mengingatkan, Indonesia sudah meratifikasi sejumlah perjanjian hukum internasional yang mesti diturunkan dalam konteks hukum dalam negeri, misalnya International Covenant on Civil and Political Rights ICCPR) dan The United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT).
Rani, sapaan akrabnya, berpendapat bahwa KUHAP yang berlaku di Indonesia saat ini masih mengandalkan pengakuan tersangka atau terdakwa dalam proses investigasi dan penuntutan. Padahal, itu membuka celah bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyiksaan demi mendapat keterangan dari tersangka.
“Ini pada akhirnya memfasilitasi terjadinya proses-proses penyiksaan pada saat penyidikan. Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang menjamin bahwa pernyataan apapun yang telah dibuat di bawah penyiksaan itu tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam proses apapun,” terangnya dalam diskusi bertajuk Kupas Tuntas RKUHAP dan Dinamika Pembahasannya yang digelar Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) di Jakarta, Kamis (12/6).
KUHAP baru, sambung Rani, juga harus memastikan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) lainnya, antara lain larangan penyiksaan dan perlakuan kejam tak manusiawi serta merendahkan martabat. (P-4)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/781749/pshk-minta-kuhap-baru-tak-beri-ruang-penyidik-lakukan-penyiksaan