Koranriau.co.id-

Transparency International Indonesia (TII) sepakat ada sejumlah pasal bermasalah dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Bahkan, berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Memang RKUHAP itu potensial bermasalah. Potensial melemahkan pemberantasan korupsi oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” kata Peneliti TII Sahel Al Habsyi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, hari ini.
Sahel mengatakan, KPK bakal menjadi penegak hukum paling berdampak atas calon aturan baru itu. Sebab, Lembaga Antirasuah berpegang pada KUHAP, Undang-Undang KPK, dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam menjalankan tugas di Indonesia.
Salah satu pasal bermasalah dalam KUHAP adalah soal pengaturan penyelidik Polri dalam penanganan kasus. Padahal, kata Sahel, KPK berhak mengangkat dan memberhentikan penyelidik berdasarkan Undang-Undang KPK.
Selain itu, banyak juga pasal yang mewajibkan penyerahan berkas ke penuntut umum harus melalui penyidik Polri. RKUHAP berpotensi menggerus kewenangan KPK dalam menangani perkara.
“Saya kira sejumlah ketentuan yang mengharuskan KPK berkoordinasi, mendapatkan arahan kuasa, atau persetujuan, atau diperantarai oleh lembaga penegak hukum lain, itu semuanya potensial untuk melemahkan KPK,” ujar Sahel.
Sahel menyarankan para pemangku kepentingan untuk memperbaiki RKUHAP sebelum disahkan. Sebab, kata dia, bakal beleid itu banyak masalahnya, berdasarkan pandangannya.
“Sulit kita berusaha mencari nilai positifnya dari gagasan yang dibawa dalam KUHAp ini, dan barangkali cacat logika juga,” tutur Sahel. (Can/P-1)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/793958/rkuhap-dinilai-potensial-melemahkan-pemberantasan-korupsi-dan-kpk