Koranriau.co.id-

PENELITIAN terbaru dari Universitas Tokyo mengungkap bagaimana otak manusia memproses bau sejak pertama kali tercium hingga akhirnya dinilai sebagai aroma yang menyenangkan atau tidak. Studi ini menunjukkan otak bekerja dalam dua tahap, mengenali struktur molekul bau, lalu menilai tingkat kenyamanannya.
Riset yang dipimpin Associate Professor Masako Okamoto ini mempelajari aktivitas otak menggunakan elektroensefalografi (EEG). Para relawan diminta menghirup sembilan aroma sehari-hari, mulai dari aroma makanan hingga bunga, sambil mengenakan topi dengan puluhan elektroda. Para peneliti juga mengukur kemampuan peserta dalam mendeteksi bau lemah, membedakan aroma yang mirip, dan menyebut nama aroma dengan tepat.
Hasilnya menunjukkan bahwa gelombang otak pada rentang frekuensi theta, yang berulang sekitar 4 hingga 7 kali per detik, berperan penting dalam tahap paling awal proses pengenalan bau. Aktivitas theta antara 80 dan 640 milidetik setelah aroma tercium terbukti memuat informasi mengenai struktur molekul bau. Peserta yang menunjukkan pengkodean molekul lebih presisi mendapatkan nilai lebih tinggi dalam tes diskriminasi aroma.
Dalam percobaan lain, peserta diminta memilih salah satu dari dua bau yang disajikan. Pada percobaan saat peserta memberikan jawaban benar, pola gelombang theta lebih mudah didekode dibandingkan percobaan dengan jawaban salah. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan beberapa ratus milidetik pertama setelah mencium aroma terutama memproses karakteristik objektif dari stimulus, bukan respons subjektif.
Studi-studi sebelumnya pada pasien epilepsi yang direkam langsung dari piriform cortex, wilayah utama yang memproses penciuman, menunjukkan bahwa identitas suatu aroma dapat dikenali dalam waktu kurang dari setengah detik setelah dihirup. Temuan tersebut kini diperluas melalui penelitian terbaru. Kali ini, proses itu dibuktikan pada relawan sehat tanpa perlu menggunakan implan.
“Pada tahap sangat awal setelah bau muncul, otak terutama mengodekan fitur molekuler objektif untuk mendukung kemampuan diskriminasi bau,” kata Profesor Okamoto.
Tahap berikutnya terjadi beberapa ratus milidetik setelah respons theta. Pada fase ini, muncul pola gelombang otak jauh lebih lambat yang berkaitan dengan tingkat kenyamanan aroma. Gelombang lambat ini tidak mencerminkan struktur molekul, tetapi mengikuti respons emosional peserta berdasarkan penilaian mereka terhadap aroma tersebut.
Temuan ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan adanya perbedaan interaksi antarwilayah otak saat memproses bau menyenangkan dan tidak menyenangkan. Bukti olfactory bulb mengirim sinyal valensi aroma lebih awal ke wilayah korteks.
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan adanya pembagian tugas yang jelas dalam sistem penciuman, gelombang theta awal memproses informasi objektif, sementara gelombang lambat menangani penilaian emosional. Temuan ini dapat membantu memahami kesehatan fungsi penciuman dan mungkin bermanfaat dalam terapi pemulihan kemampuan menikmati aroma setelah sakit. (Earth/Z-2)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/humaniora/833352/studi-ungkap-cara-otak-membedakan-dan-menilai-bau




