Nasional

Tak Ada Bukti Kerugian Negara, Penetapan Tersangka Nadiem Dinilai Tidak Sah

Koranriau.co.id-

Tak Ada Bukti Kerugian Negara, Penetapan Tersangka Nadiem Dinilai Tidak Sah
Saksi Ahli Hukum Pidana Dr. Chairul Huda, SH., MH.(Istimewa)

SAKSI Ahli Hukum Pidana Dr. Chairul Huda, SH., MH memastikan penetapan tersangka Nadiem Anwar Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook tidak sah. Hal ini karenan tidak adanya bukti berupa penghitungan dan penetapan kerugian keuangan negara.

Dalam kasus Nadiem, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyampaikan perkiraan dalam kerugian keuangan negara (potential loss). Namun, Chairul menekankan bukti mengenai kerugian ini tidak bisa hanya berdasarkan perkiraan, analisis penyidik, atau hasil perhitungan selain dari lembaga yang berwenang. 

Menurutnya, kerugian keuangan negara yang menjadi dasar penetapan tersangka harus berupa kerugian nyata dan pasti jumlahnya (actual loss), bukan sekadar potensi kerugian atau dugaan semata (potential loss). Jika bukti kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum ada saat seseorang ditetapkan sebagai tersangka, Chairul menilai penetapan tersebut cacat secara hukum.

“Alat bukti yang paling relevan untuk membuktikan adanya kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah bukti yang dikeluarkan auditor negara, dalam hal ini BPK,” kata Chairul dalam sidang lanjutan praperadilan Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (7/10).

Terlebih, sambung dia, jika penetapan tersangka perihal adanya kerugian keuangan negara hanya didasarkan pada hasil expose, yang merupakan praktik penyidikan, hal itu tidak dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah.

“Sering kali alat bukti ini diterjemahkan secara sepotong-sepotong, hanya alat bukti. Padahal perlu adanya alat bukti yang sah. Dalam hal ini, dalam kasus tipikor, harus ada audit BPK yang merupakan salah satu alat bukti yang dianggap sah,” imbuhnya.

Dirinya menegaskan, lembaga yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk menetapkan adanya kerugian keuangan negara secara sah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

“Sekalipun BPKP, Inspektorat, atau ahli lain bisa menghitung, tapi hanya BPK yang berwenang menetapkan adanya kerugian negara,” paparnya.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan hukum acara pidana di Indonesia (KUHAP) telah diatur alur yang jelas dalam sebuah penyidikan. Dalam Pasal 1 angka 2, dijelaskan penyidikan merupakan serangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar tindak pidana yang dituduhkan dapat terang benderang.

Dalam aturan tersebut, lanjutnya, turut menegaskan bahwa menemukan bukti adanya tindak pidana sebelum menetapkan tersangka merupakan proses yang benar dalam penyidikan. Jika tahapan ini tidak dilakukan sesuai prosedur, Chairul menyatakan penetapan tersangka menjadi tidak sah. 

Ia juga mengingatkan, praktik menetapkan tersangka dengan bukti-bukti yang tidak kuat dapat mengarah pada rekayasa kasus atau kriminalisasi. Tindakan itu bertentangan dengan prinsip proses hukum yang adil (due process of law).

“Jika prosesnya terbalik, yaitu dilakukan penetapan tersangka terlebih dahulu, lalu baru kemudian dicari-cari bukti-bukti untuk menguatkan penetapan dimaksud, cara bekerja yang demikian itu merupakan tindakan sewenang-wenang,” tambahnya.

Dia juga menyoroti klaim penyidik yang memiliki 113 saksi dalam mendukung penetapan tersangka Nadiem. Dia menilai, banyaknya jumlah saksi tidak secara langsung membuktikan kekuatan sebuah kasus.

“Sungguh mengherankan, jika penyidik mengklaim memiliki ratusan saksi, tetapi tidak tergambar adanya pemeriksaan tersangka yang mengkonfirmasi secara mendetail keterangan-keterangan saksi dimaksud,” ungkapnya.

Sementara itu, perwakilan tim kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir, mempertanyakan sikap Kejagung yang tidak kunjung memberikan penjelasan atas penetapan tersangka Nadiem, termasuk audit dari lembaga yang berwenang atas kerugian negara. 

“Mengingat tindak pidana korupsi itu adalah sekarang delik materiil, maka ini ibaratnya sama seperti adanya seseorang sudah ditetapkan tersangka melakukan pembunuhan tapi tidak ada yang mati. Begitu juga dengan penetapan tersangka terhadap Nadiem, dapat diibaratkan seperti itu,” kata dia.

Menurutnya, Nadiem ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya hitungan kerugian negara oleh lembaga yang sah. Padahal, tambah dia, unsur material tersebut seharusnya dipenuhi sebelum ditetapkannya Nadiem sebagai tersangka.

Dia berharap Kejagung dapat menjawab segala pertanyaan yang sebelumnya sudah diajukan dalam penetapan tersangka. Ia juga meminta hakim melihat kondisi tersebut sebagai sesuatu yang tidak memenuhi ketentuan dalam penetapan tersangka, yaitu adanya dua alat bukti yang sah, perbuatan yang disangkakan, jumlah kerugian negara, dan pihak yang menentukan kerugian negara tersebut.

“Tentunya kalau kita melihat dari fakta-fakta tersebut dan dari ketentuan-ketentuan yang ada, maka proses penetapan tersangka Pak Nadiem ini seharusnya dibatalkan karena sudah jelas bahwa perbuatan yang disangkakan itu tidak juga konkret, kemudian juga akibatnya belum bisa dikemukakan oleh jaksa penyidik,” pungkasnya. (Fal/E-1)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/818594/tak-ada-bukti-kerugian-negara-penetapan-tersangka-nadiem-dinilai-tidak-sah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *