Nasional

Waspada Pandemi H5N1, Ilmuwan Ingatkan Pentingnya Kecepatan Respons Sebelum 10 Kasus Pertama

Koranriau.co.id-

Waspada Pandemi H5N1, Ilmuwan Ingatkan Pentingnya Kecepatan Respons Sebelum 10 Kasus Pertama
Ilustrasi(freepik)

SELAMA bertahun-tahun, para ilmuwan telah memperingatkan flu burung atau H5N1 suatu hari nanti dapat melakukan lompatan berbahaya dari unggas ke manusia dan memicu krisis kesehatan global. Sejak 2003 hingga Agustus 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 990 kasus H5N1 pada manusia di 25 negara dengan tingkat kematian mencapai 48%.

Kekhawatiran inilah yang mendorong Philip Cherian dan Gautam Menon dari Universitas Ashoka, India, melakukan pemodelan simulasi untuk memetakan bagaimana wabah H5N1 pada manusia dapat berkembang. Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal BMC Public Health ini memberikan peringatan keras bagi para pengambil kebijakan, jendela waktu untuk bertindak sangatlah sempit.

“Ancaman pandemi H5N1 pada manusia adalah nyata, namun kita bisa berharap untuk mencegahnya melalui pengawasan yang lebih baik dan respons kesehatan masyarakat yang lebih gesit,” ujar Prof. Menon kepada BBC.

Titik Kritis, Batas 10 Kasus 

Menggunakan platform simulasi BharatSim, para peneliti memodelkan skenario di sebuah desa di Namakkal, pusat industri unggas di India. Hasilnya menunjukkan keberhasilan penahanan wabah sangat bergantung pada deteksi dini.

Estimasi penelitian menyebutkan jika karantina dilakukan saat hanya ditemukan dua kasus, wabah hampir dipastikan dapat dihentikan. Namun, begitu jumlah infeksi mencapai 10 kasus, virus kemungkinan besar sudah menyebar ke populasi yang lebih luas. Pada titik ini, lintasan wabah menjadi sangat sulit dibedakan dari skenario tanpa intervensi sama sekali.

Strategi Intervensi yang Efektif 

Simulasi ini menguji berbagai langkah intervensi, mulai dari pemusnahan unggas (culling), karantina, hingga vaksinasi tertarget. Berikut temuan utamanya:

  • Pemusnahan Unggas: Langkah ini efektif, namun hanya jika dilakukan sebelum virus menginfeksi manusia pertama.
  • Isolasi dan Karantina: Mengisolasi kontak primer (anggota keluarga/rekan kerja) dapat menghentikan virus pada tahap awal. Namun, jika infeksi sudah mencapai tahap tersier (kontak dari kontak), kebijakan yang lebih ketat seperti lockdown mungkin diperlukan.
  • Vaksinasi: Membantu menaikkan ambang batas ketahanan populasi, meski dampaknya kecil terhadap risiko penularan langsung di dalam rumah tangga.

Apakah Kita Siap? 

Meskipun risiko bagi manusia saat ini masih dianggap rendah, otoritas kesehatan terus memantau setiap pergeseran genetik virus. Gejala pada manusia mirip dengan flu berat, demam tinggi, batuk, nyeri otot, dan terkadang konjungtivitis (sakit mata).

Seema Lakdawala, pakar virologi dari Emory University, berpendapat jika H5N1 menjadi pandemi, dampaknya mungkin lebih mirip dengan pandemi flu babi 2009 daripada Covid-19. “Ini karena kita lebih siap menghadapi pandemi influenza. Kita memiliki antiviral berlisensi yang efektif dan stok kandidat vaksin H5 yang bisa segera dikerahkan,” jelasnya.

Namun, ia memperingatkan agar tidak lengah. Jika H5N1 menetap pada manusia, virus ini bisa bercampur dengan galur flu musiman yang ada, menciptakan epidemi musiman yang “kacau dan tidak terprediksi.” (BBC/Z-2)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/humaniora/841448/waspada-pandemi-h5n1-ilmuwan-ingatkan-pentingnya-kecepatan-respons-sebelum-10-kasus-pertama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *