Koranriau.co.id-

DALAM narasi besar bangsa Indonesia, Pancasila tidak sekadar fondasi ideologis, melainkan living values yang menuntut implementasi nyata. Salah satu manifestasinya terletak pada sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menemukan resonansinya dalam sistem zakat. Sebagai instrumen ekonomi-sosial Islam, zakat bukan hanya kewajiban teologis, melainkan policy instrument yang terbukti efektif dalam redistribusi kekayaan dan pengentasan kemiskinan.
Fakta historis menunjukkan bahwa zakat telah menjadi social equalizer sejak masa Rasulullah SAW, dengan mekanisme yang terstruktur dan berdampak sistemik. Di Indonesia, negara mengambil peran strategis melalui pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai constitutional mandate (UU No. 23/2011). Ini bukan sekadar kebijakan simbolis, melainkan komitmen struktural untuk mewujudkan keadilan sosial berbasis nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.
Zakat sebagai Multiplier Effect Kesejahteraan
Lantas ada pertanyaan, bagaimana zakat mentransformasikan keadilan sosial dari konsep menjadi aksi?
Pertama, melalui pemerataan akses ekonomi. Zakat menghidupkan sirkulasi ekonomi dengan memastikan kelompok mustahik (fakir, miskin) memperoleh akses modal, pendidikan, dan kesehatan, dakwah, sosial, ekonomi dan kemanusiaan. Program seperti Zmart (Zakat Mart) dan ZChicken bukan sekadar bantuan konsumtif, melainkan pemberdayaan berbasis kemandirian. Dengan pendampingan usaha dan perluasan jaringan pasar, zakat mengubah recipients menjadi actors ekonomi.
Kedua, melalui reduksi kesenjangan. Pendekatan utilitarian Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, meletakkan prinsip the greatest happiness for the greatest number, sebagai inti keadilan. Zakat bekerja persis seperti itu: ia menciptakan positive externality di mana kesejahteraan mustahik berkontribusi pada stabilitas sosial secara luas. Semakin banyak muzaki yang berpartisipasi dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas efeknya bersifat compounding.
Ketiga, dari charity menuju sustainability. Keadilan sosial bukan tentang charity, melainkan sustainability. Program Rumah Sehat BAZNAS (RSB), Balai Ternak, dan Lumbung Pangan, dirancang untuk membangun long-term resilience. Misal, mustahik yang diberdayakan melalui sektor pertanian atau UMKM tidak hanya terbebas dari kemiskinan sementara, tetapi juga menjadi bagian dari rantai produksi nasional.
Keempat, social cohesion: zakat sebagai perekat bangsa. Zakat adalah social glue yang memperkuat kohesi bangsa. Ketika kebutuhan dasar terpenuhi, ruang untuk konflik menyempit. Dalam perspektif sosiologis, masyarakat yang sejahtera cenderung lebih toleran dan partisipatif. Ini selaras dengan semangat Garuda Niskala Hema simbol kekuatan dan keabadian yang diusung dalam Harlah Pancasila 2025.
Zakat dalam Bingkai Konstitusi: Mengapa Peran Negara Penting?
Tanpa regulasi yang kuat, zakat berpotensi menjadi gerakan parsial. Keberadaan BAZNAS sebagai state-backed institution menjamin tiga hal.
- Pertama, skala dampak yang masif (melalui pengumpulan dan distribusi terpusat).
- Kedua, legitimasi hukum (mencegah penyalahgunaan dana).
- Ketiga, sinergi dengan kebijakan publik, seperti program Sustainable Development Goals (SDGs) dan penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Firman Allah dalam QS. Al-Hasyr: 7 “Agar harta tidak hanya beredar di antara orang kaya saja” adalah blueprint keadilan ekonomi yang relevan hingga kini. Zakat bukan sekadar kewajiban individu, melainkan sistemik solution untuk ketimpangan.
Pancasila 2025: Zakat sebagai Game Changer
Di tengah tantangan ekonomi global, zakat harus diposisikan sebagai strategic leverage. Ia bukan hanya solusi bagi umat Islam, melainkan best practice yang bisa diadopsi dalam kebijakan inklusif. Jika dikelola dengan good governance, zakat dapat menjadi, pilar ketahanan ekonomi nasional, model filantropi berbasis dampak (impact philanthropy), dan alat diplomasi soft power Indonesia di dunia Muslim.
Pada peringatan Harlah Pancasila ini, mari melihat zakat dengan kacamata yang lebih luas yakni sebagai manifestasi nyata dari sila kelima, bukti bahwa nilai-nilai Pancasila hidup dalam tindakan.
Zakat bukan sekadar memberi ia adalah revolusi keadilan yang sedang dan terus berjalan di tengah-tengah bangsa yang besar ini.
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/opini/778515/zakat-pilar-keadilan-sosial-refleksi-pancasila-dalam-tata-kelola-negara