Koranriau.co.id-

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengirim delegasi ke Istanbul untuk memulai perundingan damai dengan Rusia, menandai potensi pertemuan langsung pertama antara kedua negara sejak Maret 2022.
Namun, prospek terobosan masih suram, setelah Amerika Serikat (AS) memperingatkan bahwa kemajuan nyata tampaknya sulit tercapai kecuali ada kesepakatan antara Donald Trump dan Vladimir Putin.
Perundingan dijadwalkan dimulai pada Jumat (16/5) dan Zelensky menyatakan bahwa prioritas utama Ukraina adalah mendorong gencatan senjata sementara selama 30 hari.
Dalam konferensi pers bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara, Zelensky menyampaikan keputusannya untuk mengirim delegasi meskipun Rusia hanya menurunkan tim tingkat rendah.
Dia menyebut langkah ini sebagai sinyal kepada Trump bahwa Ukraina tetap berkomitmen terhadap perdamaian.
“Sayangnya, (Rusia) tidak cukup serius dalam negosiasi ini. Demi menghormati Presiden Trump dan Erdogan, saya telah memutuskan untuk mengirim delegasi kami ke Istanbul sekarang,” katanya seperti dilansir The Guardian Jumat (16/5).
Delegasi tersebut akan dipimpin oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov.
Utusan khusus Trump, Steve Witkoff, dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dijadwalkan tiba di Istanbul pada hari yang sama, meskipun belum jelas apakah mereka akan memainkan peran langsung dalam perundingan.
Lokasi perundingan adalah Istana Dolmabahce di tepi Bosphorus, tempat negosiasi sebelumnya antara Rusia dan Ukraina sempat digelar pada 2022.
Namun, harapan terhadap pembicaraan ini langsung terhambat ketika delegasi Rusia dan Ukraina tiba di dua kota berbeda yang berjarak ratusan mil, menimbulkan keraguan apakah pertemuan tatap muka benar-benar akan terjadi.
Sementara itu, Kremlin mengonfirmasi bahwa Presiden Putin tidak akan menghadiri perundingan, menolak ajakan Zelensky untuk bertemu langsung.
Trump sendiri menyampaikan skeptisisme terhadap perundingan yang tidak melibatkannya dan Putin.
“Tidak akan terjadi apa-apa sampai Putin dan saya bertemu,” ucapnya kepada wartawan di atas pesawat Air Force One.
“Saya pikir sudah sangat jelas bahwa satu-satunya cara untuk mencapai terobosan di sini adalah antara Presiden Trump dan Presiden Putin,” ujar Rubio.
Dia menambahkan bahwa kemungkinan pertemuan keduanya akan dipengaruhi oleh hasil dari pekan ini.
Pernyataan tersebut memupus harapan di Kyiv dan di antara sekutu Eropanya bahwa Trump akan mendukung langkah tegas terhadap Rusia apabila pembicaraan gagal, sehingga mengurangi tekanan terhadap Moskow untuk menunjukkan niat baik dalam perundingan di Turki.
Trump sempat mengisyaratkan akan terbang ke Turki ‘jika sesuatu terjadi’ namun hingga Kamis (15/5) malam, belum ada tanda-tanda pertemuan puncak antara pemimpin AS dan Rusia direncanakan.
Zelensky dan Putin tampak berupaya menempatkan diri secara strategis di hadapan Trump. Masing-masing berusaha menggambarkan lawannya sebagai hambatan utama bagi perdamaian.
“Saya yakin hal terpenting bagi Ukraina adalah tetap bersikap konstruktif dan masuk akal. Itulah sebabnya kami mengirim delegasi yang dipimpin oleh Kementerian Pertahanan – sehingga tidak seorang pun dapat mengklaim Ukraina bertanggung jawab atas kegagalan perundingan,” kata Zelensky.
Di sisi lain, delegasi Rusia yang dipimpin oleh Vladimir Medinsky—seorang ultra-konservatif dan mantan Menteri Kebudayaan—mendarat di Istanbul. Medinsky juga pernah memimpin negosiasi yang gagal pada 2022.
Dalam konferensi pers dadakan di Konsulat Rusia, ia menyebut pembicaraan saat ini sebagai kelanjutan dari negosiasi sebelumnya dan kembali menuntut pembatasan militer Ukraina serta pemblokiran bantuan pembangunan kembali dari Barat—syarat yang berulang kali ditolak Kyiv. Zelensky mengkritik ketidakhadiran pejabat senior Rusia dalam pembicaraan.
“Saya merasa tidak dihormati oleh Rusia. Tidak ada waktu pertemuan, tidak ada agenda, tidak ada delegasi tingkat tinggi – ini adalah rasa tidak hormat pribadi (kepada) Erdogan, kepada Trump,” ujarnya.
“Kita tidak bisa berkeliling dunia mencari Putin,” tambahnya saat ditanya soal kemungkinan pertemuan langsung dengan Presiden Rusia.
Sementara itu, Trump enggan mengkritik delegasi Rusia dan belum menunjukkan respons atas seruan Zelensky.
Absennya diplomat senior Rusia seperti Yuri Ushakov dan Sergei Lavrov mempertegas minimnya komitmen Kremlin terhadap kompromi.
Para pengamat menilai, penunjukan Medinsky menunjukkan bahwa Putin tidak berniat serius berunding dan masih mengincar tujuan strategis yang sama seperti 2022: mengurangi kedaulatan serta kapabilitas militer Ukraina.
Mantan diplomat Rusia Boris Bondarev yang mundur setelah invasi ke Ukraina menyebut bahwa inisiatif perundingan hanyalah taktik Putin untuk meyakinkan Trump bahwa Rusia berpihak pada perdamaian, sembari terus melanjutkan operasi militer di lapangan.
“Putin jelas tidak menginginkan perundingan damai yang sesungguhnya, atau gencatan senjata, kecuali jika itu sepenuhnya sesuai dengan keinginannya,” sebut Bondarev.
Dengan pasukan Rusia yang perlahan memperoleh kemajuan di medan tempur, Putin tampaknya percaya bahwa Ukraina dan pendukungnya akan kehabisan stamina lebih dulu, dan menolak menghentikan pertempuran tanpa konsesi besar dari pihak lawan.
Menjelang pertemuan, Zelensky mendesak AS dan mitra Eropa untuk menjatuhkan sanksi baru jika tidak tercapai kesepakatan gencatan senjata. “Jika tidak ada gencatan senjata, tidak ada pertemuan bilateral, kami meminta sanksi untuk mengakhiri perang lebih cepat,” katanya.
“Kami menginginkan paket sanksi yang kuat terhadap Rusia dari AS, negara-negara Eropa – harus ada tekanan dari belahan bumi selatan,” tegasnya.
“Posisi Trump adalah memberi tekanan pada kedua belah pihak. Saya yakin kami mendapat tekanan lebih besar,” tambah Zelensky menekankan bahwa Ukraina telah menunjukkan niat berunding. “Anda harus menekan pihak yang tidak ingin mengakhiri perang,” pungkasnya. (H-1)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/internasional/772661/zelensky-dorong-gencatan-senjata-dalam-perundingan-damai-dengan-rusia